BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi hingga saat ini telah mengantarkan umat manusia ke era kompetisi
global di berbagai bidang kehidupan. Situasi demikian menuntut kita agar segera
berbenah diri dan sekaligus menyusun langkah nyata guna menyongsong masa depan.
Langkah utama yang harus dipikirkan dan direalisasikan adalah bagaimana kita
menyiapkan sumber daya manusia yang berkarakter kuat, kokoh, tahan uji serta
memiliki kemampuan yang handal di bidangnya.
Upaya tersebut harus ditempuh dengan
merealisasikan pendidikan yang berorientasi pada bagaimana peserta didik mampu
berkreasi memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, paradigma pendidikan yang mengedepankan peningkatan daya nalar,
kreativitas serta berpikir kritis harus diaplikasikan dalam setiap langkah
pengembangan ke depan.
Salah satu arah kebijakan program pembangunan
pendidikan nasional dalam bidang pendidikan adalah mengembangkan kualitas
sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh
melalui berbagai usaha proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar
generasi muda dapat berkembang secara optimal.
Misi pendidikan nasional adalah terwujudnya
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka dalam
rangka mengatasi era Global, pemerintah Indonesia memiliki kebijakan
mengembangkan kualitas pendidikan agar SDM mempunyai kualitas yang tinggi. Mellenium
Develpment Goals, (era pasar bebas) atau bisa juga disebut globalisasi yang
semula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi 2015.[1]
Maka salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan
tersebut salah satunya melalui jalur pendidikan dengan mencetuskan program
Sekolah Bertaraf Internasional (selanjutnya dibaca :SBI).
Mutu sumber daya manusia suatu bangsa
tergantung pada mutu pendidikan. Dengan berbagai strategi, peningkatan mutu
pendidikan diarahkan untuk meningkatkan mutu siswa dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dasar, penguasaan bahasa asing dan penanaman sikap serta perilaku
yang mencerminkan budi pekerti.
Era global memberikan inspirasi positif dalam
masyarakat Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional, bahwa masa
depan Indonesia sangat memerlukan kemampuan kompetitif di kalangan pelajar
untuk bersaing secara sehat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Munculnya Program SBI pada dasarnya bertujuan
untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yaitu warga
Negara yang unggul secara intelektual, moral, kompeten dalam IPTEK, produktif,
dan memiliki komitmen yang tinggi dalam berbagai peran sosial, ekonomi dan
kebudayaan, serta mampu bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi.
Terkait dengan tujuan SBI tersebut, dalam pasal
50 ayat (3) UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SPN), mengamanatkan bahwa: pemerintah dan /atau pemerintah
daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Lebih lanjut dikemukakan pula dalam PP. No.19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 61 ayat(1) yang
menyebutkan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu aturan pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan bertaraf internasional.
Program SBI (sekolah
Bertaraf Internasional) adalah program dari Direktorat Pendidikan Dasar dan
Menengah, kemudian diganti dengan SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf
Internasional) dan terakhir diganti dengan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional). Kurikulum RSBI menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) dengan adaptasi mata pelajaran, yaitu sesuai dengan mata
pelajaran di Indonesia. Mata pelajaran yang diujikan di tingkat Internasional
melalui sekolah induk (Cambridge) adalah: Matematika, Bahasa Inggris, Sains
(Fisika, Kimia dan Biologi) dan hasil ujiannya hanya untuk siswa yang berminat
melanjutkan studi ke luar negeri. Untuk yang 90 % tidak melanjutkan ke luar
negeri
SRBI membutuhkan beaya
yang cukup besar, tidak hanya pemerintah melalui dana Block grand, mulai
Rp.100.000.000,- sampai dengan Rp.300.000.000,- per-tahun per-sekolah
penyelenggara SRBI, juga ditambah dana partisipasi dari Komite Sekolah,
misalnya untuk dana iuran menggabung ke sekolah induk di luar negeri (contoh
Cambridge) dengan hitungan dollar sekarang mencapai Rp.50.000.000,- per-tahun
dan untuk mengikuti ujiannya per-mata pelajaran per-siswa Rp.1.500.000,-
Bagaimana dengan siswa dan sekolah yang tidak mampu , mohon maaf lahir bathin.
Persoalannya benarkah
untuk standar internasional Dari mana asal-usul SRBI, bagaimana SRBI dan untuk
apa SRBI Adakah yang tau definisi dari Sekolah Standart Nasional (SSN), Sekolah
Nasional Plus (SNP) atau Sekolah Bertaraf/Standart Internasional (SSI)?, SBI,
SNBI dan SRBI ?. Apa karena hanya menggunakan pengantar bahasa asing,
mengimport guru bule, dan mengedapankan TI. kebebasan dalam melabelkan
pendidikan di negara ini bak jamur di tanah lembab. Sebagai contoh, mereka
mengkolaborasikan kurikulum nasional (KTSP) dan asing dan membentuk asosiasi
(Association of National Plus School , ANPS). Lain halnya dengan sekolah
internasional, memang siswanya terdiri dari berbagai negara bukan sistem
pendidikannya yang internasional.
Kalau kita kembali ke UU RI. No
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan dan
penyempurnaan dari UU. No.2 tahun 1989. Tujuannya jelas, supaya penyelenggaraan
pendidikan di Tanah air berada dalam rambu-rambu pendidikan nasional
(pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI ’45 yang berakar pada nilai
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman).
Untuk sekolah
internasional, sebagai contoh adalah International Baccalaureate Program (IB)
berpusat di Swiss, yang memudahkan para lulusannya dapat mengakses ke perguruan
tinggi yang tergabung dalam wadah itu tanpa mengikuti seleksi masuk ke
perguruan tinggi yang bersangkutan. Di Negara kita, program IB memang sudah
dipakai oleh beberapa sekolah swasta (sekolah kaya) dengan pengawasan yang
ketat. Siapa yang dapat menjamin pembentukan National and character building
ketika pemerintah memberikan persetujuan kepada sekolah swasta yang melabelkan
dirinya menjadi SNP atau SSI, SBI ? Apakah jaminan pemerintah dan sekolah jika
pembelajaran mengedepankan ideologi, ”isme” yang bukan kurikulum nasional?
Untuk SBI, SRBI kurikulum yang digunakan tetap KTSP dengan adabtasi bukan
adobsi kurikulum asing. Dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
Akhir-akhir ini ramai
dibicarakan Sekolah Bertaraf Internsional atau SBI. Sebuah kebijakan pemerintah
Indonesia untuk memperbaiki kualitas pendidikan nasional agar memiliki daya
saing dengan negara-negara maju lainnya. Icon SBI di mata masyarakat
Indonesia tak bisa lepas dari bilingual sebagai medium of
instruction, multi media dalam pembelajaran di kelas, berstandar
internasional, ataupun sebagai sekolah prestisius dengan jalinan
kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara anggota OECD maupun lembaga-lembaga
tes/sertifikasi internasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, dan
lain-lain.
Berangkat dari permasalahan diatas penulis menulis makalah ini dengan judul
Studi Analisis Konsep RSBI menuju SBI antara Fenomena dan Permasalahannya
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Latar belakang Munculnya RSBI ?
2.
Bagaimana Landasan Hukum RSBI ?
3.
Apa Tujuan dari RSBI ?
4.
Bagaimana Konsep RSBI ?
5.
Bagaimana Analisi RSBI jika di tinjau dari
bebagai sudut pandang?
6.
Bagaimana Kelebihan dan Kelemahan dalam program
RSBI ?
BAB II
STUDI ANALISIS
KONSEP
RINTISAN
SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL
(SBI)
(ANTARA FENOMENA DAN PERMASALAHAN)
A.
Latar Belakang RSBI
Secara umum
latar belakang adalanya program RSBI adalah
1.
Pada tahun
90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan
menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya
2.
Banyak
orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar
Negeri
3.
Belum
ada payung hukum yang mengatur penyeleng-garaan sekolah internasional
4.
Perlunya
membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence)
pendidikan
5.
Atas
fenomena di atas, Pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah bertaraf
internasional
6.
Sebagai
bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap
kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
B.
Landasan Hukum
RSBI
a.
UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional)
pasal 50 ayat 3, yakni:“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan
sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
b.
UU No. 32/2004 (Pemerintahan Daerah)
c.
PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan)
d.
PP No 38/2007 (Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota)
e.
PP No. 48/2008 (Pendanaan Pendidikan)
f.
PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan)
g.
Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan)
h.
Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI
pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah)
C.
Tujuan Program RSBI
Secara Umum
1.
Meningkatkan
kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan Nasional dalam
Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
PP No.19 tahun 2005 tentang SNP( Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17
tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan
Tahapan Skala Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1
tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap
pelayanan pendidikan.
2.
Memberi
peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional
dan internasional.
3.
Menyiapkan
lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
Secara khusus
RSBI
bertujuan Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam Standar
Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan berciri
internasional.
D.
Proses Menuju Sekolah
Bertaraf Internasional
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a.
Standar
isi
b.
Standar
proses
c.
Standar
kompetensi lulusan
d.
Standar
pendidik dan tenaga kependidikan
e.
Standar
sarana dan prasarana
f.
Standar
pengelolaan
g.
Standar
pembiayaan dan
h.
Standar
penilaian pendidikan
2. Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan,
pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
Berikut rangkaian persyaratan menuju SBI :
Reguler (Standar
Nasional (SSN)) dengan syarat
a.
Memiliki rata-rata UN 6,5
b.
Tidak Double Shift
c.
Berakreditasi B dari BAN Sekolah/Madrasah
RSBI,
denggan syarat telah memenuhi
a.
Sudah
Sekolah (SSN)
b.
Berakreditasi
A dari BAN Sekolah/Madrasah
c.
Pembelajaran
Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau
bahasa Internasional (bilingual)
d.
Nilai
rata-rata UN 7,0
SBI, dengan
syarat
a.
SNP
dan diperkaya Standar kualitas pendidikan Negara Maju
b.
Berakreditasi
A dari BAN Sekolah/Madrasah
c.
Pembelajaran
Matematika IPA, dan kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau
bahasa Internasional (bilingual)
d.
Nilai
rata-rata UN 8,0
E.
Konsep Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional RSBI/SBI
1.
Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme
dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan
bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal
mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang
bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menum-buhkan
dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.[2]
Filosofi eksistensialisme berpandangan
bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan
secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua
potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan
Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa
pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan
individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya,
baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang
mampu bersaing secara internasional. Dalam mengaktualkan kedua filosofi
tersebut, empat pilar pendidikan, yaitu: learning to know, learning to do,
learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga
bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia,
mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana,
hingga sampai penilainya.[3]
2.
Kurikulum RSBI
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP
singkatan dari Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan
dari Organization for Economic Co-operation and Development atau sebuah
organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan.
Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk
anggota OECD ialah: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic,
Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy,
Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland,
Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom,
United States dan Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia,
Slovenia, Singapore, dan Hongkong. [4]
Sebagaimana dalam “Pedoman Penjaminan Mutu
Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah tahun 2007”, bahwa sekolah/madarasah internasional adalah yang sudah
memenuhi seluruh Standar Nasioanl Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu
pada standar pendidikan salah satu Negara anggota Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) dan /atau Negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya
saing di forum Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam
penyelenggaraan SBI, sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional
Pendidikan (Indonesia) dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau
diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas
atau dengan pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi
inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan
organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan
sebagainya.[5]
Ada dua cara yang dapat dilakukan
sekolah/madrasah untuk memenuhi karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI), yaitu sekolah yang telah melaksanakan dan memenuhi delapan
unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator
kinerja kunci tambahan.
Dua cara itu adalah: Pertama adaptasi,
yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu
(setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara
maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan,
diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; kedua adopsi,
yaitu penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur
tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada
standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.[6]
3.
Karakteristik RSBI
a.
Karakteristik visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan
visi sangat penting sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony
Bush&Merianne Coleman menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan
organisasi yang diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau
perguruan tinggi, yang diekspresikan dalam terma-terma nilai dan menjelaskan
arah organisasi yang diinginkan. Tony Bush&Merianne Coleman mengutip
pendapat Block, bahwa visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang
diinginkan.[7]
Secara Epistemologi untuk mewujudkan
sekolah berstandar atau bertaraf Internasional diperlukan cara atau persyaratan
karakterisitik tertentu. Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah:
Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional.[8] Visi ini
mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang
cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
b.
Karakteristik Umum RSBI[9]
No
|
Obyek Penjaminan
Mutu (unsur Pendidikan dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci Minimal (dalam SNP)
|
Indikator Kinerja Kunci Tambahan sebagai (x-nya)
|
I
|
Akreditasi
|
Berakreditasi
A dari BAN-Sekolah dan Madrasah
|
Berakreditasi
tambahan dari badan akreditasi sekolah pada salah satu lembaga akreditasi
pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keung-gulan tertentu dalam bidang pendidikan
|
II
|
Kurikulum
(Standar Isi) dan Standar Kompe-tensi lulusan
|
Menerapkan
KTSP
|
Sekolah telah
menerapkan system administrasi akademik berbasis teknologi Informasi dan
Komu-nikasi (TIK) dimana setiap siswa dapat meng-akses transkipnya
masing-masing.
|
Memenuhi
Standar Isi
|
Muatan
pelajaran dalam kurikulum telah setara atau lebih tinggi dari muatan
pelajaran yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara diantara 30
negara anggota OECD dan/atau dari negara maju lainnya.
|
||
Memenuhi SKL
|
Penerapan
standar kelulusan yang setara atau lebih tinggi dari SNP
|
||
Meraih
mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika,
tekno-logi, seni, dan olah raga.
|
|||
III
|
Proses
Pembelajaran
|
Memenuhi
Standar Proses
|
Proses pembelajaran pada semua
mata pelajaran telah menjadi teladan atau rujukan bagi sekolah lainnya dalam
pengembangan akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul,
kepemimpinan, jiwa kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa inovator
Proses pembelajaran telah
diperkaya dengan model-model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah
satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
Penerapan proses pembelajaran
berbasis TIK pada semua mapel
Pembelajaran pada mapel IPA, Matematika, dan
lainnya dengan bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa Indonesia.
|
IV
|
Penilaian
|
Memenuhi
Standar Penilai-an
|
Sistem/model
penilaian telah diperkaya dengan system/model penilaian dari sekolah unggul
di salah satu negara diantara 30 negara anggota OECD dan/atau negara maju
lainnnya.
|
V
|
Pendidik
|
Memenuhi
Standar Pen-didik
|
Guru sains,
matematika, dan teknologi mampu mengajar dengan bahasa Inggris
Semua guru
mampu memfasilitasi pem-belajaran berbasis TIK
Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program
studinya terakreditasi A
|
VI
|
Tenaga
Kependidikan
|
Memenuhi
Standar Tenaga Kependidikan
|
Kepala sekolah berpendidikan
minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A
Kepala sekolah telah menempuh
pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah
Kepala sekolah mampu berbahasa
Inggris secara aktif
Kepala sekolah memiliki visi internasional,
mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial, serta
jiwa kepemimpinan dan enterprenual yang kuat
|
VII
|
Sarana
Prasarana
|
Memenuhi
Standar Sarana Prasarana
|
Setiap ruang kelas dilengkapi
sarana pembelajaran berbasis TIK
Sarana perpustakaan TELAH
dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran
berbasis TIK di seluruh dunia
Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang
unjuk seni budaya, fasilitas olah raga, klinik, dan lain-lain.
|
VIII
|
Pengelolaan
|
Memenuhi
Standar Penge-lolaan
|
Sekolah
meraih sertifikat ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya (2001, dst) dan ISO
14000
Merupakan sekolah multi kultural
Sekolah telah menjalin hubungan
“sister school” dengan sekolah bertaraf/berstandar internasional diluar
negeri
Sekolah terbebas dari rokok,
narkoba, kekerasan, kriminal, pelecehan seksual, dan lain-lain
Sekolah menerapkan prinsip kesetaraan gender
dalam semua aspek pengelolaan sekolah
|
IX
|
Pembiayaan
|
Memenuhi
Standar Pem-biayaan
|
Menerapkan model pembiayaan yang efisien
untuk mencapai berbagai target indikator kunci tambahan
|
c.
Karakteristik Penjaminan Mutu (Quality
Assurance)
ciri input
SBI ialah (1)
telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah negara anggota OECD
atau negara maju lainnya, (2) standar lulusan lebih tinggi daripada standar
kelulusan nasional, (3) jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari
perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa
inggris aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program
studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif. (4) siswa baru (intake)
diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholastic
aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI
memeliki potensi kecerdasan unggul yang ditunjukkan oleh kecerdasan
intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa.
proses pembelajaran SBI
Ciri-ciri
proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1)
pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan eksperimentasi untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery, (2) menerapkan model
pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; student centered;
reflective learning, active learning; enjoyable dan joyful learning,
cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan contextual
learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3)
menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4)
proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains,
matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model
penilaian sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya,
dan (6)dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen
intenasional, yaitu mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau
sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister school dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri.[10]
Ciri output (produk)/lulusan SBI
Adalah
memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus,
yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan
kunci yang diperlukan dalam era global.
Ciri-ciri
output/outcomes SBI sebagai berikut; (1) lulusan SBI dapat
melanjtkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf internasional, baik
di dalam negeri maupun luar negeri, (2) lulusan SBI dapat bekerja pada
lembaga-lembaga internasional dan/atau negara-negara lain, dan (3) meraih
mendali tingkat internasional pada berbagai kompetensi sains, matematika,
teknologi, seni, dan olah raga.
F.
Studi Analisis
Konsep Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Secara axiologi untuk apa
diselenggarakannya SBI itu ? Visi Sekolah Bertaraf
Internasional adalah: Terwujudnya Insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif
secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran
tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan
insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara
internasional.
Sejak dilendingkan kebijakan
SBI, pemerintah menuai pujian dan juga kritikan, baik itu pujian bahwa
kebijakan SBI merupakan langkah maju untuk memperbaiki kualitas pendidikan
Indonesia, maupun kritikan bahwa konsep ini tidak didahului dengan studi secara
mendalam.
Ada beberapa hal yang
dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan
pemerintah tentang SBI tersebut.
1.
Dari segi
landasan Hukum
Program Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) dan/atau Rintisannya (RSBI) adalah program Kementrian Pendidikan Nasional
(Kemdiknas) yang paling kontroversial dan menimbulkan banyak masalah sejak awal
sampai saat ini.
Mengapa program ini menjadi program kontroversia? Jika kita
analisis Ternyata program ini memang sudah bermasalah sejak dari
Undang-undangnya. Mari kita lihat UU
Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) berbunyi sbb : Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf Internasional. Setidaknya
Ada 4 (empat) masalah yang muncul dari pasal ini
a.
Adanya ambiguitas dari istilah
‘Pemerintah dan/atau pemerintah daerah’ pada pasal tersebut.
Jadi frase dan/atau ini bisa berarti :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah = kedua-duanya
Pemerintah atau pemerintah Daerah = salah satunya
Jadi penyelenggara program SBI ini bisa salah satu atau
kedua-duanya. Bagaimana sebenarnya konsep yang dikehendaki oleh Kemdiknas dalam
masalah penyelenggaraan ini? Bisa salah satu (Pemerintah Pusat saja atau Pemerintah
Daerah saja) atau mesti kedua-duanya (Pemerintah Pusat dan Pemda)
b.
Tidak jelasnya istilah ‘satuan
pendidikan yang bertaraf internasional’itu sendiri. Tidak jelas apa yang
dimaksud dengan ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ tersebut. Definisi
tentang ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ yang ada dalam UU
Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) tersebut yang kemudian diterjemahkan dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No 17 tahun 2010 Pasal 1 No 35 menjadi :
“Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya
dengan standar pendidikan negara maju.”
Jadi frase ‘satuan pendidikan yang bertaraf internasional’
dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) kemudian dalam PP no 17 tahun 2010
ini telah berubah menjadi Pendidikan bertaraf internasional dan kemudian
dijelaskan dengan tambahan keterangan Pendidikan bertaraf internasional adalah
pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan
dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.”
c.
Ketidak-jelasan konsep yang hendak
dikerjakan oleh Undang-undang ini. Sebenarnya apa yang dikehendaki oleh
Pemerintah dengan adanya UU ini? Mengapa muncul istilah ‘Sekolah Bertaraf
Internasional’? Bukankah maksud dari semua itu adalah agar Indonesia memiliki
sekolah khusus bagi anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan tertentu atau
yang disebut ‘the gifted and the most talented’ yang akan dapat dididik dan
diberi proses pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
keberbakatan mereka? Lantas mengapa menggunakan istilah ‘Sekolah bertaraf
Internasional’ yang seakan tidak punya landasan akademik
d.
Otoritas lingkup kerja Pemerintah
(Kemdiknas) dalam menyelenggarakan program SBI atau RSBI
Sikap ini menimbulkan kerancuan dalam lingkup kerja
pemerintah. Jika sekolah swasta masuk dalam lingkup kerjanya (dengan memasukkan
mereka dalam program RSBI ini) maka sebenarnya beberapa kota besar TELAH
memiliki pendidikan yang bertaraf internasional yang berstatus swasta karena
sebenarnya sekolah-sekolah swasta inilah sebenarnya yang memulai adanya program
ini dan memberi ide pada pemerintah untuk mengadopsinya ke sekolah publik. Jika
sekolah swasta dapat dianggap sebagai ruang lingkup otoritas dan tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah maka sebetulnya pemerintah dan pemerintah
daerah, utamanya di kota-kota besar, tidak perlu mengadopsinya ke sekolah
(publik). Tugas dan tanggungjawab mereka telah terpenuhi dengan adanya sekolah
swasta yang memiliki pendidikan yang bertaraf internasional.
2.
Tujuan
pendidikan Yang Misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat
ujian, yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang
selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat
sulit mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.
Satria Dharma mengatakan bahwa jika yang hendak
dituju adalah peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan,
maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah
jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di
Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan
terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti
Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem
pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan
digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar
berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh
mengadopsi sistem pendidikan lain.
3.
Konsep SBI
cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses.
Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI
lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual
sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses
penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan
pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan
kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita
arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk
hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan
dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup
nyata mereka.
Konsep ini berangkat dari asumsi yang salah
tentang penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan hubungannya
dengan nilai TOEFL. Penggagas mengasumsikan bahwa untuk dapat mengajar hard
science dalam bahasa Inggris maka guru harus memiliki TOEFL > 500. Padahal
tidak ada hubungan antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science
dalam bahasa Inggris. Skor TOEFL yang tinggi belum menjamin kefasihan dan
kemampuan orang dalam menyampaikan gagasan dalam bahasa Inggris. TOEFL lebih
cenderung mengukur kompetensi seseorang, padahal yang dibutuhkan guru sekolah bilingual
adalah performance-nya, dan performance ini banyak dipengaruhi
faktor-faktor non-linguistic.[11]
4.
Konsep SNP+X kurang jelas
Dalam kurikulum SBI ada
rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau
diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari
salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X dalam rumus di
atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak
menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya,
dan faktor apa saja yang harus ditambah, diperkaya, dikembangkan, diperluas ,
diperdalam ? Apakah sistem pembelajaran
bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sehingga, mungkin ini
merupakan strategi agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit
untuk diukur.
5.
Diadakan jika benar-benar memberikan keuntungan yang relatif pasti, baik
bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam
pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan efektivitas pendidikan dalam
mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga input
pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan unggul, baik secara
akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
6.
Potensi Terjadi
Sistem pendidikan Yang bersifat Diskriminatif dan Eksklusif
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskri-minatif
(hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemam-puan/kecerdasan unggul) dan
ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya).
7.
Potensi Terjadi
Komersialisasi Pendidikan
Lahirnya SBI bisa
membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan,
semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah
SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal
ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional,
dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD,
menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.[12]
8.
Kebijakan
SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)
Bergulirnya
otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut
Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan
sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan
kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan
sistem pembelajarannya.[13]
Sedangkan dalam SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari
negara lain.
G.
Dampak Positif
dan Negatif RSBI
1.
Dampak
positif dari penyelenggaraan program ini adalah
a.
Dengan
pembelajaran yang bersifat interaktif dan inspiratif memotifasi peserta didik
untuk berbartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreaktifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik, serta psikologis peserta didik
b.
Penerapan
pembelajaran berbasis TIK terlepas dari pengaruh negatif selama pengguna
teknologi dapat memanfaatkan dengan benar dan tepat juga membawa pengaruh yang
positif dan juga mempermudah administrasi
c.
Memotifasi
para siswa untuk mampu bersaing dalam dunia global
2.
Dampak
Negatif (kelemahan) RSBI
Ada beberapa
hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengkritisi kebijakan
pemerintah tentang RSBI agar menjadi SBI dari berbagai sudup pandang baik dalam
sudut pandang sosial, ekonomi, dan psikologis
a.
Dari
sudup pandang Sosial
RSBI akan melahirkan
konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya diperunt
ukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan / kecerdasan unggul) dan ekslusif
(pendidikan bagi anak orang kaya)
b.
Dari
sudut pandang Ekonomi
RSBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan
pendekatan cost effectiveness adalah pendekatan yang menitik beratkan
pemanfaaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang
seoptimal mungkin baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pendidikan ini
hanya diadakan jika benar – benar memberikan keuntungan yang relatif pasti baik
bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Konsekuensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam
pendidikan di RSBI , sebab RSBI lebih menekankan efektifitas pendidikan dalam
mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas , sehingga
input pun di ambil dari anak – anak yang memiliki kemampuan unggul baik secara
akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
Lahirnya RSBI juga membawa
dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal
masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasinya adalah nampak ketika RSBI menarik
puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah RSBI. Hal ini berdalih
karena bertaraf Internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang
mengacu pada negara anggota OECD , menggunakan teknologi canggih, bilingual dan
lain sebagainya.
c.
Psikologis
Bergulirnya
otonomi sekolah melahirkan MBS (manajemen berbasis sekolah) yang digunakan
sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah.
Sedangkan dalam RSBI sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari
negara lain.
Hal tersebut juga berakibat terhadap siswa, di mana siswa RSBI
selama ini dihadapkan pada dua kiblat yakni UNAS dan Cambridge misalnya.
Padahal siste adopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB
sebagaian menilai bahwa hal tersebut merupakan sebuah pengkhianatan terhadap
tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Selain itu, Konsep SBI cenderung lebih
menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika
penyelenggaraan RSBI lebih mementingkan alat/ media pembelajaran yang canggih,
billingual, berstandar Internasional daripada proses penanaman nilai pada
peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
berbagai urian dan penjelasan di atas kiranya dapat di ambil kesimpulan
1. Munculnya istilah Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) di latarbelakangi berbagai faktor , namun dimikian hal
tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era
global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD
sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan.
2. Secara Hukum didirikannya RSBI atau
pun SBI adalah UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional)
pasal 50 ayat 3 PP dan Permendiknas adapun secara lebih rinci dapat dilihat
sebagaimana penjabaran di atas
3.
Secara
Khusus tujuan dari RSBI adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang
tercantum di dalam Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar
kompetensi lulusan berciri internasional.
Sedangkan tujuan
secara umum adalah
- Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat
Tujuan Nasional
-
Memberi
peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional
dan internasional.
-
Menyiapkan
lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global
4.
Secara umum konsep
RSBI adalah
a. Penyelenggaraan
SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme)
b. Rumusan kurikulum
SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari Standar Nasional Pendidikan
plus X
c.
Karakteristik mulai dari karakteristik Visi,
Umum , Penjamin Mutu,
5.
Jika dianalisis ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengkritisi kebijakan pemerintah tentang SBI tersebut diantaranya
mulai dari latar belakang, tujuan sampai pada kelebihan dan kelemahannya
6. Dalam konsep pelaksanaan dan fakta
menunjukkan bahwa adanya RSBI membawa dampak yang positif juga negatif dari berbagai sudut pandang baik sudut
pandang masyarakat, ekonomi, filosofis, psikologis dan sebagainya.
B.
Kritik dan Saran
Demikian
makalah ini penulis sampaikan. Tentunya masih terjadi berbagai kekurangan di
berbagai hal. Harapan penulis mudah – mudahan makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca dan pihak selalu penulis tunggu demi subuah kebaikan ke arah
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
E.Mulyasa, Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2007.
Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf
Internasional (artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama
Tony Bush & Merianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan
Pendidikan.(terj.) oleh Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD,
[1]
E.Mulyasa, Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan, cet. Ke – 3 (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.2.
[2]
Kir Haryana. 2007. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional
(artikel). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama., hal. 37.
[4] Standar Nasional
Pendidikan meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.( Peraturan Pemerintah
RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
[7]Tony Bush & Merianne
Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan.(terj.) oleh
Fahrurozi. Yogyakarta: IRCiSoD, hal. 363-37.