PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik untuk
lebih maju.
Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan
akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri, diantara nilai-nilai
dalam Pendidikan Karakter Bangsa yang terdiri dari beberapa unsur. Sekolah
mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi memiliki peran penting
sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya bangsa. Tidak
ada yang menolak tentang pentingnya karakter dan budaya, tetapi jauh lebih
penting adalah bagaimana menyusun dan mensistemasikan sehingga anak-anak mampu
lebih berkarakter dan berbudaya. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan
intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan
formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang,
yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota
besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan.
Belum lepas
dari ingatan kita akan kejadian akhir-akhir ini dengan maraknya berita aksi
kenakalan remaja yang menghiasi di halaman surat kabar dan acara kriminalitas
di siaran televisi belakangan ini. Berita-berita itu antara lain tawuran antar
pelajar, penyalahgunaan atau bahkan sebagai pengedar obat-obat terlarang,
mabuk-mabukan dengan minuman oplosan sendiri, kebut-kebutan liar di jalan raya,
hubungan seks bebas, aborsi, coret-coret dan perusakan pada sarana dan
prasarana umum, geng motor, nonton film porno yang berakibat memperkosa anak di
bawah umur, menghajar bahkan hingga menelan korban jiwa kepada yunior atau adik
kelasnya, bahkan sudah ada indikasi yang menjurus kepada aksi kriminal seperti
penjambretan atau perampokan. Kejadian ini tentu saja mengundang keprihatinan
kita bersama karena para pelakunya adalah sebagian masih usia remaja atau
generasi penerus bangsa yang nota bene
adalah masih berstatus sebagai pelajar.
Tindakan-tindakan
destruktif yang dilakukan di kalangan
remaja yang berstatus sebagai pelajar ini, seringkali ditujukan kepada pihak
tenaga pendidik (guru) atau sekolah selaku agen yang mendidik peserta didik. Di
sinilah letak beban berat pendidik sebagai pengajar dan sekaligus mendidik
kader-kader penerus bangsa. Para pendidik harus mengajar sekian puluh bahkan ada
yang sampai ratusan orang peserta didik yang memiliki heteroginitas baik dari
segi sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta harus mendidik moral, sikap, dan
perilaku peserta didik. Dalam hal ini, peran dan tanggung jawab pendidik
dituntut dan diuji kepiawaiannya dalam membimbing dan memajukan peserta
didiknya. Pada hakikatnya, setiap warganegara bertanggung jawab atas
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. (UUSPN No.20 tahun 2003 pasal 6,
ayat (2)). Sementara pada pasal 46 ayat (1) pendanaan pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Namun, dalam kenyataannya seringkali terjadi lempar tuduhan bahwa seolah-olah
keberhasilan pendidikan peserta didik baik pengetahuan, sikap dan perilakunya
semata-mata merupakan beban para pendidik atau sekolah/madrasah semata. Tentu
masih ada pihak lain seperti orangtua, masyarakat, yang bersama-sama memiliki
beban tanggung jawab.
Kenyataan ini
jika dianalogikan, keberadaan pendidik adalah seperti sebuah lampu listrik. Ketika
lampu itu hidup orang pada diam saja, namun ketika lampunya mati maka spontan
orang banyak yang mengomel bahkan tidak jarang yang melontarkan sumpah serapah
terhadap instansi yang berwenang mengurusnya. Demikian halnya ketika ada
peserta didik memiliki kemampuan yang menonjol dalam hal prestasi akademik
ataupun non akademik sehingga sampai meraih sebuah kejuaraan dalam suatu
kompetisi yang diselenggarakan, tetapi orang sering melupakan akan peran dari
pendidik yang telah membinanya. Sebaliknya, jika ada peserta didik ada yang
berbuat kenakalan yang bahkan menjurus kepada tindak kriminal, maka sasaran
pertama yang mendapat getah cercaan adalah pendidik atau sekolahnya, siapa sih
guru agamanya dan dari sekolah mana ?. Secara berkelakar ada teman yang sering
mengatakan bahwa di wilayah republik ini, binatang yang paling laku keras
adalah kambing. Mengapa? Karena selalu dikaitkan dengan “kambing hitam” untuk
mencari-cari kesalahan dan tanggung jawab. Kenakalan yang dilakukan peserta
didik ini pada umumnya berkaitan dengan masalah moral atau sikap yang berdampak
kepada perilaku yang menyimpang. Untuk itu jika ada remaja atau peserta didik
yang berbuat kenakalan yang berlebihan maka sering mendapatkan julukan sebagai
anak yang tidak bermoral atau tidak memiliki budi pekerti.
Berbagai
alternatif penyelesaian sudah sering menjadi tema yang termuat baik di surat
kabar, acara televisi, majalah oleh beberapa nara sumber yang berbeda. Misalnya
diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan
penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk
mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang
dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang
bersifat preventif karena melalui pendidikan dapat membangun generasi baru
bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai
aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya
dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat
dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak
yang kuat di masyarakat.
Karakter dalam persepektif Pendidikan
Islam sama dengan akhlak
(kepribadian) Kepribadian itu
komponennya tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan perilaku. Yang dimaksud
dengan kepribadian yang utuh dalam islam adalah ketika tahu dibarengi dengan
sikap dan juga perilaku. Penulis ambil sebuah contoh, ada seorang manusia
beragama islam yang sudah mengerti dan paham bahwa alkohol adalah hal yang
diharamkan dalam agama islam, tetapi dalam aplikasi hidupnya sehari-hari ia
sangat akrab dengan benda yang diharamkan tersebut bahkan berani untuk meminumnya.
Itulah yang dinamakan kepribadian yang retak dalam islam, ia hanya sekedar
mengetahui bahwa alkohol adalah benda haram, namun secara sikap dan perilaku
tidak menunjukkan.
Islam sangat mementingkan pendidikan,
tentunya dengan pendidikan berbasis karakter yang sedang dilaksanakan saat ini
di Indonesia yakni Kurikulum Berbasis Karakter sangat sepaham dengan ajaran
agama Islam. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu
yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang
bermoral. Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari Ridha Allah swt.
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral,
berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya,
negaranya dan umat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan
fokus utama pendidikan, maka seyognyalah institusi-institusi pendidikan
memfokuskan kepada substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada
terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan.
Dalam pandangan Islam, manusia bukan
saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual
dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi
anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting
adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga
mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi umat dan mereka
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu
mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal
yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang
akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan keadilan.
Sesuai dengan pengertian pendidikan
yang merujuk pada usaha pencapaian yang dilakukan untuk membuat manusia
terbentuk menjadi manusia seutuhnya yang tak hanya dibekali pengetahuan, akan
tetapi juga dibekali sikap, perilaku, akhlak dan karakter yang diharapkan
tentunya mampu menjadikan manusia yang mempunyai kepribadian yang utuh. Islam
mengharapkan tumbuhnya karakter-karakter bangsa yang baik dan terbentuk di
dalam diri manusia melalui tujuan pendidikan, maka karakter sangatlah penting
diberikan di dalam pendidikan.
Melalui kancah
pendidikan, selain untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi juga untuk
membangun karakter bangsa yang kuat, ulet, peduli dan memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi dan tentunya hal ini sesuai dengan ajaran Islam dan tidak
menyimpang dari ajaran Islam yang selanjutnya harus di implementasikan dalam
setiap pembelajaran. Dari berbagai permasalahan di atas penulis menulis sebuah
makalah dengan judul “Pendidikan Karakter Di Sekolah Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran”.
B. RUMUSAN MASALAH
Sebagai
batasan pembahasan dalam penyusunan Paper ini penulis memberikan rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
Konsep Dasar Pendidikan Karakter ?
2.
Bagaimana
Pendidikan Karakter Di Sekolah ?
3.
Bagaimana
Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran ?
BAB
II
PENDIDIKAN
KARAKTER DI SEKOLAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
I.
PENDIDIKAN KARAKTER
A.
PENGERTIAN
1.
Karakter
Karakter adalah istilah yang diambil
dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai), yaitu menandai
tindakan atau tingkah laku seseorang. Kemudian istilah ini banyak digunakan
bahasa Perancis “caratere” pada abad ke – 14 dan kemudian masuk dalam
bahasa Inggris menjadi “character” yang akhirnya masuk dalam bahasa
Indonesia menjadi karakter.
Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat – sifat
kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang.[1]
Menurut Samani, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang dapat membuat keputusan dan sikap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata kerama,
budaya, adat istiadat, dan estetika.[2]
Dengan
demikian dapat dipahami, karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti
atau akhlaq yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat
membedakan perilaku, tindakan dan perbuatan antara yang satu dengan yang lain.
Jadi meskipun karakter memang berada di relung paling dalam sisi batin manusia,
namun karakter dapat terlihat atau terdeteksi karena dapat ditampakkan oleh
seseorang melalui perilaku sehari – hari.
2.
Pendidikan
Karakter
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter
dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school
life to foster optimal character development”. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja
seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai
sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Menurut T. Ramli, pendidikan karakter
memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,
hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan
nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari
budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian
generasi muda.[3]
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan
untuk membentuk kepribadian seseorang
agar memiliki karakter atau akhlaq, yang hasilnya dapat dilihat dalam tindakan
nyata , yaitu berupa tingkah laku yang baik, seperti jujur, bertanggungjawab,
kerja keras, menghormati orang lain dan sebagainya.
B.
URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan
Karakter menjadi urgen karena Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun
2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang
cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan
lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas
nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan
secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya.
Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong
masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala
macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Dengan demikian pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia
kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas
(golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50%
variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.
Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada
pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan
karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi
pertumbuhan karakter anak.[4]
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang
sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak
pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga
perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak
play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi
Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak
di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Sebuah buku yang
berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001)
mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan
emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet
faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko
yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada
karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul,
kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu
sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di
masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah
dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak
dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat
sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia
dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran,
narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
C.
TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER
Adapun tujuan pendidikan karakter bangsa adalah :
· Mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
· Mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius;
· Menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
· Mengembangkan kemampuan peserta
didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
· Mengembangkan lingkungan kehidupan
sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan
(dignity).
D.
DASAR PENDIDIKAN KARAKTER
Sebagaimana
yang titetapkan oleh Kementrian Pendidikan Nnasional yang menjadi dasar
pendidikan karakter adalah :
1.
Agama
Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara
politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal
dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan
karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2.
Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia
ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang
disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.
Budaya
Sebagai
suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak
didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya
itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting
dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki
setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di
berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
5.
Media
Perlu
pula ditambahkan sebagai suatu kekuatan pembentuk perilaku umum (common
opinion) sekaligus saluran informasi yang dalam banyak hal dapat memperluas
pendidikan karakter bangsa tetapi di sisi lain menjadi saluran penetrasi budaya
asing. Selain itu media sebagai kekuatan demokrasi suatu bangsa (Walter
Lipman), memainkan peran strategis dalam menumbuhkan demokrasi, termasuk
demokrasi Pancasila sebagai karakter bangsa Indonesia.[5]
Dari kelima sumber itu maka pelaksanaan pendidikan karakter
dapat diselenggarakan oleh masyarakat, melalui lembaga agama dan pranata
sosial-kebudayaan, serta diselenggarakan oleh pemerintah melalui jalur
pendidikan formal. Baik yang diselenggarakan oleh masyarakat maupun pemerintah
keduanya merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Sumber-sumber pendidikan
karakter bangsa itu menunjukkan bahwa setiap elemen berperan sesuai fungsi
sosial masing-masing. Yang dibentuk dalam tiap elemen itu adalah manusia atau
warga bangsa, sehingga baik ia dibentuk melalui nilai-nilai partikular baik
dalam agama maupun kebudayaan, perlu ada nilai bersama (common value/common
platform) sebagai acuan utama pengembangan pendidikan karakter bangsa.
E.
PILAR PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter utuh dan
menyeluruh menawarkan beberapa alternatif pengembangan keutamaan untuk
membentuk karakter individu menjadi pribadi berkeutamaan. Pilihan prioritas
keutamaan itu didasarkan pada tiga matra pendidikan karakter yang menjadi dasar
bagi pengembangan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh, yaitu matra individual,
matra sosial, dan matra moral. 12 Pilar Keutamaan menurut Doni Koesoema A adalah sebagai berikut :
1. Penghargaan Terhadap Tubuh
Penghargaan terhadap tubuh merupakan
keutamaan fundamental yang perlu dikembangkan dalam diri setiap orang.
Penghargaan terhadap tubuh termasuk di dalamnya kesediaan dan kemampuan
individu menjaga dan merawat kesehatan jasmani tiap individu. Kesehatan jasmani
merupakan salah satu bagian penting bagi pembentukan keutamaan. Pendidikan
karakter mesti memprioritaskan tentang bagaimana individu dapat menjaga
tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya, melainkan membuat keberadaan tubuh
tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kodratnya. Penghargaan
terhadap tubuh merupakan ekspresi diri individu untuk menjadi perawat dan
pelindung satu sama lain. Individu mesti menumbuhkan dalam dirinya sendiri
keinginan untuk merawat tubuh diri dan orang lain, termasuk pertumbuhan
psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
Pengembangan
keutamaan transendental, baik itu yang sifatnya religius, keagamaan, maupun
yang sublim, seperti kepekaan seni, apresiasi karya-karya manusia yang
membangkitkan refleksi serta kemampuan untuk memahami kebesaran yang Ilahi
merupakan dasar bagi pengembangan pembentukan karakter. Setiap individu
dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang lembut, halus, yang bekerja secara
rohani mendampingi manusia, kepekaan akan sesuatu yang adikodrati. Kepekaan
akan yang Kudus, yang transenden, yang baik, yang indah, baik itu dalam diri
manusia maupun di alam, merupakan salah satu sarana untuk membentuk individu
menjadi pribadi berkeutamaan.
3. Keunggulan Akademik
Keunggulan
akademik adalah tujuan dasar sebuah lembaga pendidikan. Keunggulan akademik
berbeda dengan sekedar lulus ujian. Keunggulan akademik mencakup di dalamnya,
cinta akan ilmu, kemampuan berpikir kritis, teguh pada pendirian, serta mau
mengubah pendirian itu setelah memiliki pertimbangan dan argumentasi yang
matang, memiliki keterbukaan akan pemikiran orang lain, berani terus menerus
melakukan evaluasi dan kritik diri, terampil mengomunikasikan gagasan,
pemikiran, melalui bahasa yang berlaku dalam ruang lingkup dunia akademik,
mengembangkan rasa kepenasaranan intelektual yang menjadi kunci serta pintu
pembuka bagi hadirnya ilmu pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah akan
tumbuh inovasi, kreasi dan pembaharuan dalam bidang keilmuan.
4. Penguasaan Diri
Penguasaan
diri merupakan kemampuan individu untuk menguasai emosi dan perasaannya, serta
mau menundukkan seluruh dorongan emosi itu pada tujuan yang benar selaras
dengan panduan akal budi. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kesediaan
mengolah emosi dan perasaan, mau menempatkan kecondongan rasa perasaan sesuai
dengan konteks dan tujuan yang tepat sebagaimana akal budi membimbingnya.
Penguasaan diri termasuk di dalamnya kemampuan individu dalam menempatkan diri,
bertindak dan berkata-kata secara bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
Keberanian
merupakan keutamaan yang memungkinkan individu mampu melakukan sesuatu dan
merelisasikan apa yang dicita-citakannya. Keberanian termasuk di dalamnya
kesediaan untuk berkorban demi nilai-nilai yang menjadi prinsip hidupnya, tahan
banting, gigih, kerja keras, karena individu tersebut memiliki cita-cita luhur
yang ingin dicapai dalam hidupnya. Keberanian merupakan dorongan yang
memungkinkan individu mewujudnyatakan dan merealisasikan impiannya.
6. Cinta kebenaran
Cinta akan
kebenaran merupakan dasar pembentukan karakter yang baik, bukan sekedar sebagai
seorang pembelajar, melainkan juga sebagai manusia. Manusia merindukan
kebenaran dan dengan akal budinya manusia berusaha mencari, menemukan dan
melaksanakan apa yang diyakini sebagai kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada
kebenaran mesti diterapkan bagi praksis individu maupun dalam kehidupan
bersama. Cinta akan kebenaran yang sejati memungkinkan seseorang itu berani
mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan
nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai
pribadi berkarakter.
7. Terampil
Memiliki
berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi perkembangan
individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama
pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam bidang yang
digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui
kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia.
8. Demokratis
Masyarakat
global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling
membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara
tertutup sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi faktual
manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama,
mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi
individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi
dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh
sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan
penumbuhan semangat kebangsaan.
9. Menghargai Perbedaan
Perbedaan
adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang
mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap
individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini
menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan
kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa.
10. Tanggung jawab
Tanggungjawab
merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait
dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi
antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu
dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu
terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat).
11. Keadilan
Bersikap
adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang
memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki
kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar
masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi
jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat.
Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar.
12. Integritas Moral
Integritas
moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter.
Integritas moral inilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat
yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik,
yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang
mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap
kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan yang bernilai
dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki
integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat
beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan
melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam
tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu.
Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat
kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain.[6]
II.
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
A.
PRINSIP PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Dalam
pendidikan karakter diperlukan prinsip – prinsip dasar yang dapat dijadikan
landasan dan pijakan pemikiran dalam menyelenggarakan pendidikan karakter agar
berjalan efektif dan efisien. Prinsip – Prinsip dasar ini memberikan arah
kemana dan bagaimana seharusnya pendidikan karakter dilaksanakan di sekolah –
sekolah.
Doni Koesoema
menyebutkan enam prinsip pendidikan karakter di sekolah yang dapat dijadikan
sebagai pedoman agar mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan setiap
individu yang bekerja dalam setiap lingkungan pendidikan di sekolah. Prinsip – Prinsip tersebut adalah :
(1)
Karakter
ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu
yakini, (2) Setiap keputusan yang diambil menentukan akan menjadi orang macam
apa dirimu (3) Karakter yang baik dilakukan dengan cara yang baik (4) Jangan
mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan,
pilihlah patokan yang llebih baik dari mmereka, (5) Apa yang kamu lakukan
memiliki makna dan transformatif, dan (6) Bayaran bagi mereka yang memiliki
karakter baik adalah kamu menjadi karakter yang lebih baik.[7]
Berdasarkan pada
pandangan di atas, maka pengembangan pendidikan karakter di sekolah hendaklah
berpedoman pada prinsip – prinsip pendidikan karakter agar pelaksanaannya
berjalan secara efektif dan efisien. Prinsip – Prinsip tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Pertama, Pendidikan
karakter mempromosikan nilai etika yang baik (akhlaqul karimah) sebagai
modal karakter dasar yang akan ditanamkan. Pendidikan karakter memegang
filosofi ada banyak nilai etika dasar seperti kepedulian, kejujuran, keadilan,
tanggungjawab dan penghargaan terhadap diri dan lain – lain yang perlu segera
diajarkan untuk membentuk karakter anak yang baik.
Kedua, Karakter harus
didefinisikan secara komperhensif yang mencakup penalaran, perasaan dan
perilaku. Program pendidikan yang efektif mencakup aspek kongnitif, emosional
dan psikomotorik yang bertujuan untuk menumbuhkan pengertian, kepedulian dan
tindakan yang berdasarkan nilai akhlaqul karimah . Oleh karena itu tugas
pendidikan karakter adalah membantu para siswa agar belajar makna kebajikan,
merasakan kebajikan dan bertindak berdasarkan kebajikan tersebut
Ketiga, Pendidikan
karakter yang efektif memerlukan proaktif dan komperhensif yang mempromosikan
nilai – nilai inti dalam semua fase pendidikan sekolah. Program pendidikan
karakter di sekolah harus di desain dan direncanakan untuk mempengaruhi
karakter siswa dengan langkah – langkah yang operasional, yang komperhensif
yang melibatkan seluruh aspek pihak sekolah seperti kedisiplinan guru dan
pegawai, kebijakan sekolah, kurukulum dan sebagainya.
Keempat, Sekolah harus
menjadi komunitas yang peduli pada tumbuhnya kebajikan. Dalam mengembangkan
pendidikan karakter, penciptaan lingkungan yang kondusif untuk tumbuhnya
kesadaran dari semua warga sekolah sehingga terjalin hubungan yang harmonis
diantara komunitas sekolah yang disemangati oleh rasa kepedulian yang tinggi.
Kelima, untuk
mengembangkan karakter siswa membutuhkan kesempatan untuk tindakan moral.
Sistem belajar paling baik adalah memberikan banyak kesempatan pada peserta
didik menerapkan nilai – nilai kebajikan dalam berinteraksi sehari – hari.
Dengan bergulat dengan kehidupan nyata, mereka mengetahui bagaimana membagi
pekerjaan dalam sebuah kelompok pembelajaran secara kooperatif, bagaimana
mencapai konsensus dalam suatu pertemuan kelas, bagaimana melakukan sebuah
kegiatan proyek, bagaimana mengurangi perkelahian di arena bermain, bagaimana
mengembangkan pemahan praktis tentang keadilan, kerjasama, dan rasa hormat.
Pemberian kesempatan yang berulang – ulang untuk melakukan tindakan moral
sehingga akan membentuk kebiasaan yang menjadi karakter
Keenam, pendidikan
karakter yang efektif memberikan kebermaknaan dan menantang kurikulum akademis
yang menghormati semua pelajar dan membantu semuanya berhasil. Pendidikan
karakter dan pembelajaran akademis tidak boleh dianggap sebagai bidang yang
terpisah, melainkan harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa
terpisah yang saling kuat dan mendukung. Dalam suasana kelas yang terjalin
hubungan yang penuh perhatian, dimana siswa merasa senang dan dihormati oleh
semua guru dan sesama teman, siswa lebih cenderung bekerja keras untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
Ketujuh, Pendidikan
karakter harus berusaha mengembangkan motivasi intrinsik siswa. Model
pengembanga karakter yang baik adalah mengembangkan komitmen intrinsik siswa
untuk melakukan perilaku yang bermoral berdasarkan nilai – nilai keagamaan .
Mereka hatrus berusaha mengurangi ketergantungan yang bersifat ekstrinsik
seperti motivasi untuk mendapat imbalan dan takut mendapat hukuman. Hal ini
dapat dilakukan dalam membantu siswa dalam menghadapi tantangan dan memahami
materi pelajaran, keinginan untuk bekerjasama dengan siswa lain di sekolah atau
komunitas mereka.
Kedelapan, semua staf
harus menjadi komunitas moral, dimana semua memiliki tanggungjawab untuk
pengembangan pendidikan karakter. Ada tiga yang perlu diperhatikan yaitu ; (1)
semua staf sekolah harus terlibat aktif dalam mempelajari, berdiskusi dan
mengambil berbagai upaya untuk pengembangan pendidikan karakter. (2) Nilai –
nilai keislaman (keagamaan) yang mengatur kehidupan siswa juga kehidupan semua
warga sekolah, (3) sekolah memberi waktu kepada staf untuk merefleksi masalah –
masalah moral melalui rapat staf dan kelompok – kelompok pendukung yang lebih
kecil.
Kesembilan, Pendidikan
karakter memerlukan kepemimpinan sekolah dan siswa yang bermoral. Untuk
penanaman pendidikan karakter dibutuhkan pemimpin yang mempunyai moral yang
baik dan bertanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program.
Demikian juga siswa juga bisa dilibatkan dalam peran kepemimpinan di antara
mereka dalam pelaksanaan program.
Kesepuluh, Sekolah harus
melibatkan orangtua dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya untuk membentuk
karakter anak. Orangtua adalah yang pertama dan paling penting dalam pendidikan
karakter anak – anak mereka. Olehh karena itu, pihak sekolah harus berusaha
membangun komunikasi dengan orang tua untuk merumuskan visi, misi, dan tujuan
yang berhubungan dengan pembentukan karakter dan bagaimana oragtua dapat
mendukung dalam program tersebut.
Kesebelas, Evaluasi
pendidikan karakter harus menilai karakter sekolah, fungsi semua komponen
sekolah sebagai pendidikan karakter, dan sejauhmana siswa memanifestasikan
karakter yang baik. Pendidikan karakter yang efektif harus melaksanakan
evaluasi untuk menilai kemajuan dalam tiga hal yaitu ; (1) karakter sekolah,
sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih peduli dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter, (2) semua komponen sekolah, sampai
sejauh mana peran mereka dalam mendorong dan memotifasi serta menjadi teladan
dalam pembentukan karakter, (3) karakter siswa, sampai sejauh mana pemahaman,
komitmen, dan tindakan atas nilai – nilai kebaikan.
Keduabelas,
B.
METODE PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Untuk mencapai
pendidikan karakter sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dibutuhkan
metode yang tepat agar pencapaiannya semakin terarah dan efektif. Untuk
membangun karakter yang baik, metode yang digunakan tidak bisa hanya untuk
meningkatkan aspek kognitif semata, akan tetapi harus seluruh dimensi
spiritual, emosional, sosial, kreaktifitas, dan motorik juga harus dikembangkan
secara terfokus dan terstruktur.
Menurut Ratna Magawangi, ada empat metode untuk mengembangkan
pendidikan karakter, yaitu : mengetahui kebaikan (knowing the good), (2)
mencintai kebaikan (loving the good) menginginkan kebaikan (desiring the good)
dan mengerjakan kebaikan ( acting the good) secara simultan dan
berkesinambungan.
Lebih
lanjut Doni Kusuma, mengajukan lima metode pendidikan karakter yang
diselenggarakan di sekolah yaitu ; mengajarkan, keteladanan, menentukan
prioritas, praksis prioritas dan refleksi. [8]
1.
Mengajarkan
Mengajar adalah upaya memberikan pemahaman konseptual pada siswa
tentang konsep nilai tertentu , keutamaan dan nilai maslahahnya, bila nilai
dilaksanakan serta madharatnya bila nilai – nilai tersebut tidak dilaksanakan.
Dalam konteks pendidikan karakter mengajarkan nilai dapat dilakukan dengan
pendekatan dialogis, dimana siswa diberi kesempatan untuk mengajukan apa yang
dipahaminya, apa yang pernah dialaminya, dan bagaimana perasaannya berkaitan
dengan konsep yang diajarkan. Melalui pendekatan ini konsep yang diajarkan
bukanlah sesuatu yang asing melainkan pernah dialami atau setidaknya
pernah dilihat.
2.
Keteladanan
Keteladanan adalah menempati posisi yang penting dalam pendidikan karakter.
Setiap anak memiliki insting (fitrah) meniru. Kecenderungan yang terdapat dalam
diri anak akan mendorong untuk mencontoh perbuatan orang – orang yang berada
disekitarnya. Perbuatan yang ditiru lama – lama menjadi kebiasaan.[9]
Oleh karena itu Guru dan lingkungan sekolah harus benar – benar menjadi teladan
dan contoh yang baik bagi siswa.
3.
Menentukan
Prioritas
Sekolah harus menetapkan prioritas yang jelas dari sekian banyak
nilai yang akan diajarkan kepada siswa. Tanpa adanya prioritas yang jelas proses
evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter akan menjadi tidak jelas.
Ketidakjelasan tujuan dan tatacara evaluasi akan memandulkan program pendidikan
karakter di sekolah karena tidak bisa terlihat kemajuan atau kemundurannya.
4.
Praksis
Priyoritas
Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter
adalah memvverifikasi atas bukti atas bukti dari dilaksanakannya skala
prioritas karakter tersebut. Verifikasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran
apakah siswa tellah mendapatkan kesempatan untuk belajar dari pengalaman dan
bukan dari sekedar buku teks saja.
5.
Refleksi,
adalah proses dimana kita mencari arti untuk pengalaman pendidikan karakter
kita. Karakter yang senantiasa dibentuk sekolah melalui berbagai macam program
dan kebijakan senantiasa perlu di evaluasi dan di refleksikan secara
berkesinambungan dan kritis. Jadi setelah tindakan dan praksis pendidikan itu
terjadi perlu diadakan semacam pendalaman. Refleksi untuk melihat sejauh mana
lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan
karakter.
C.
NILAI DASAR DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Pemerintah
Indonesia telah merumusan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa.
Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan
bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah
pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan
sikap dan keyakinan/keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna
mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif,
olah
raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa
berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian,
pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Nilai-nilai
karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian
tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Karakter
yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah,
adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil
resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik
2. Karakter
yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif,
ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
3. Karakter
yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat,sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih; dan
4. Karakter
yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai,
gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli,
kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja
keras, dan beretos kerja.
Dari
nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) mencanangkan empat nilai karakter utama
yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di
sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir), tangguh (dari
olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa). Dengan demikian, ada banyak
nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diImplementasi kan dalam
pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas
yang sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang
diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.
Direktorat
Pembinaan SMP Kemdiknas RI mengembangkan nilai-nilai utama yang disarikan dari
butir-butir standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23 tahun 2006) dan
dari nilai-nilai utama yang dikembangkan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas RI
(Pusat Kurikulum Kemdiknas, 2009). Dari kedua sumber tersebut nilai-nilai utama
yang harus dicapai dalam pembelajaran di sekolah (institusi pendidikan) di
antaranya adalah :[10]
1.
Kereligiusan,
yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
2.
Kejujuran, yakni
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap
diri dan pihak lain.
3.
Kecerdasan,
yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan
cepat.
4.
Ketangguhan,
yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika
menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga
mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan.
5.
Kedemokratisan,
yakni cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
6.
Kepedulian,
yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki
penyimpangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya
7.
Kemandirian,
yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu secara
kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari
apa yang telah dimiliki.
9.
Keberanian
mengambil risiko, yakni kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul
dari tindakan nyata.
10.
Berorientasi
pada tindakan, yakni kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.
11.
Berjiwa
kepemimpinan, yakni kemampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan berbasis
budaya bangsa.
12.
Kerja keras,
yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
13.
Tanggung jawab,
yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan YME.
14.
Gaya hidup
sehat, yakni segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan.
15.
Kedisiplinan,
yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
16.
Percaya diri,
yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya
setiap keinginan dan harapannya.
17.
Keingintahuan,
yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
18.
Cinta ilmu,
yakni cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian,
dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
19.
Kesadaran akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain, yakni sikap tahu dan mengerti serta
melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta
tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
20.
Kepatuhan
terhadap aturan-aturan sosial, yakni sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan
berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
21.
Menghargai karya
dan prestasi orang lain, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati
keberhasilan orang lain.
22.
Kesantunan,
yakni sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata
perilakunya ke semua orang.
23.
Nasionalisme,
yakni cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
24.
Menghargai
keberagaman, yakni sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal
baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Dari
24 nilai dasar karakter di atas, guru (pendidik) dapat memilih nilai-nilai karakter
tertentu untuk diterapkan pada peserta didik disesuaikan dengan muatan materi dari
setiap mata pelajaran (mapel) yang ada. Guru juga dapat mengImplementasi kan
karakter dalam setiap proses pembelajaran yang dirancang (skenario
pembelajaran) dengan memilih metode yang cocok untuk dikembangkannya karakter
peserta didik.
III.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
A.
KOMPONEN
YANG TERLIBAT DALAM IMPLEMENTASIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus
dilibatkan, komponen tersabut adalah sebagai berikut :[11]
1.
Isi Kurikulum
Pembinaan
karakter termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta
direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan
karakter diImplementasi kan ke dalam mata pelajaran yang suadah ada di samping
lewat pembiasaan dalam budaya sekolah. Guru tidak hanya berusaha memenuhi
standar kompetensi sebagaimana diamanatkan oleh kurikulum nasional, tetapi juga
mengarahkan peserta didik terbiasa memetik nilai-nilai dari pelajaran tersebut.
2.
Proses Pembelajaran Dan Penilaian
Pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari
di masyarakat.
3.
Penanganan atau Pengelolaan Mata Pelajaran
Pendidikan karakter dapat diImplementasi
kan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
4.
Pengelolaan Sekolah
Pendidikan
karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan
sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan
di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi,
nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian,
pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan
demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam
pendidikan karakter di sekolah.
5.
Pelaksanaan Aktivitas atau Kegiatan
ko-kurikuler
Kegiatan
ko-kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media
yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan ko-kurikuler merupakan kegiatan membantu pengembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan
ko-kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab
sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
6.
Pemberdayaan Sarana Prasarana
7.
Pembiayaan
8.
Kualitas Hubungan
9.
Etos Kerja Seluruh Warga dan Lingkungan Sekolah
Etos kerja juga
menjadi perhatian utama. Pembinaan etos kerja berkaitan erat dengan daya saing
mereka. Artinya mereka berupaya menyiapkan tenaga kerja yang beretos kerja
tinggi. Pembinaan etos kerja dibentuk dengan pembiasaan disiplin kerja.
Pendidikan
karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah,
yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar
sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra
sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
B.
IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
Sebagaimana
uraian teori tentang pendidikan karakter di atas kemudian dari teori tersebut
bagaimana implementasinya dalam pembelajaran tentu saja pembelajaran pada semua
mata pelajaran. Merespons sejumlah kelemahan dalam
pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti (pendidikan karakter), terutama
melalui dua mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan,
telah diupayakan inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah :
1. Pendidikan
karakter dilakukan secara terImplementasi ke dalam semua mata pelajaran. Implementasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke
dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran
yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas di dalam
dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
2. Pendidikan
karakter juga diImplementasi kan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan
peserta didik.
3. Selain
itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan
di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah.[12]
Dari
ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan
dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah bagaimana Implementasi pendidikan karakter dalam proses
pembelajaran. Implementasi pendidikan
karakter melalui proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang
menjadi salah satu model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan
paradigma bahwa semua guru adalah pendidik karakter (character educator).
Semua mata pelajaran juga disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter
mulia para peserta didik .
Di
samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah, seperti
model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, yakni
menjadikan pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri sehingga
memerlukan adanya rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar kompetensi
dan kompetensi dasar, silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan
penilaiannya di sekolah. Model ini tidaklah
gampang dan akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi sekian banyak
mata pelajaran. Karena itulah, model implementasi pendidikan karakter dalam
mata pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibanding dengan model subject
matter.
Implementasi
pendidikan karakter di dalam proses
pembelajaran di sekolah dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan
diuraikan lebih detail berikut ini.[13]
1.
Tahap
Perencanaan
Pada tahap perencanaan yang mula-mula
dilakukan adalah analisis SK/KD, pengembangan silabus berkarakter, penyusunan
RPP berkarakter, dan penyiapan bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan
untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diImplementasi
kan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai
karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat
dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan. Guru dituntut lebih
cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang ditargetkan dalam proses
pembelajaran. Secara praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan
merevisi silabus yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen
(kolom) karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau
di kolom silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai)
karakter yang hendak diImplementasi kan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang
diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui
analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi
pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian,
dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang dengan penyesuaian
terhadap karakter yang hendak dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di
sini, karena akan menentukan nilai-nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam
proses pembelajaran. Sebagaimana langkah-langkah pengembangan silabus,
penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terImplementasi dalam pembelajaran juga dilakukan dengan cara
merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkahlangkah :
a.
Rumusan tujuan
pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi tujuan pembelajaran dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan pembelajaran yang telah ada direvisi hingga
satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan
kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif (karakter), dan (2) ditambah
tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter.
b.
Pendekatan/metode
pembelajaran diubah (disesuaikan) agar pendekatan/metode yang dipilih selain
memfasilitasi peserta didik mencapai pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan, juga mengembangkan karakter.
c.
Langkah-langkah
pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran dalam setiap
langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi atau
ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan memfasilitasi
peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan dan
mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning),
dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk mengembangkan karakter peserta
didik.
d.
Bagian penilaian
direvisi. Revisi dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik
penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara
keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam
kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai
untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja,
penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak
dinyatakan secara kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya :
o
BT: Belum
Terlihat, apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator.
o
MT: Mulai
Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda
awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten.
o
MB : Mulai
Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter
yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten.
o
MK : Menjadi
Kebiasaan atau membudaya, apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten (Dit. PSMP
Kemdiknas, 2010).
e.
Bahan ajar
disiapkan.
Bahan ajar yang biasanya diambil dari
buku ajar (buku teks) perlu disiapkan dengan merevisi atau menambah nilai-nilai
karakter ke dalam pembahasan materi yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada
selama ini meskipun telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu
kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan grafika, akan tetapi materinya masih
belum secara memadai mengimplementasi kan pendidikan karakter di dalamnya.
Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan
pada kegiatan – kegiatan pembelajaran pada buku-buku tersebut, pendidikan
karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena itu, sejalan dengan apa
yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan pendidikan karakter,
bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin dilaksanakan oleh
guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat
mengembangkan karakter.
2.
Pelaksanaan
Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dipilih dan
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan.
Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning
disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsipprinsip
pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai -
nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran
harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Dalam
pembelajaran ini guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran yang
memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti,
hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau
strategi pembelajaran aktif sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah
disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti ini
guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian)
terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.
3.
Evaluasi
Pembelajaran
Evaluasi
atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Penilaian
harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut
pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan
psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan
psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya.
Pemerintah
(Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang dapat
dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni Permendiknas
RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam standar ini
banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan penilaian,
termauk dalam penilaian karakter. Dalam penilaian karakter, guru hendaknya
membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk
menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian
pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari berbagai
uraian di atas dapat diambil kesimpulan :
1.
Konsep
pendidikan karakter dalam menenamkan nilai – nilai karakter kepada warga
sekolah meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the
deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character
development”. Maka dalam konsep pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan.
2.
Pendidikan
karakter di sekolah dalam penerapannya dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai pijakan penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah diantaranya :
a. Prinsip – Prinsip Dasar dalam pendidikan karakter sebagai arahan
kemana dan bagaimana seharusnya pendidikan karakter dilksanakan
b. Metode pendidikan karakter di sekolah, untuk mencapai pendidikan
karakter sebagaimana yang telah ditetapkan dalam prinsip dasar maka dibutuhkan
metode yang tepat agar pencapaian tujuan semakin terarah dan efektif
c. Nilai – Nilai dasar dalam pendidikan karakter, dimana nilai dasar
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan
merencanakan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan
pendidikan karakter di sekolah yakni olah hati, olah pikir, olah raga serta
olah rasa dan karsa.
3.
Implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran harus melibatkan semua komponen
(stakeholders) di lingkungan sekolah mulai dari kurikulum, proses pembelajaran,
penanganan dan pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, dan sebagainya
menjadi sebuah budaya sekolah sehinggan melandasi nilai – nilai perilaku,
kebiasaan keseharian, simbul – simbul yang dipraktikkan oleh semua warga
sekolah sehingga pada akhirnya membentuk suatu karakter yang baik. Selain itu dalam
implementasi pendidikan karakter pada proses pembelajaran juga dimulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran.
B.
KRITIK DAN SARAN
Demikian Paper yang kami sampaikan
penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa jauh dari kesempurnaan untuk itu,
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca selalu kami harapkan demi
sebuah perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhirnya semoga paper ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alistambuli, Mahmud Kaifa Nurabby Ath Faluna, Diterjemahkan Oleh Muhammad Arifin Altus Jakarta : PT Mizan, 2006.
Fajri, Em Zul,
dan Ratu
Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta : Difa Publiser,
2003.
Koesoema, Doni Pendidikan Karakter ; Strategi Mendidik Anak Di
Zaman Global Jakarta : Grasindo, 2007.
Muchlas, Samani Muchlas dan Hariyanto, Konsep dan
Model Pendidikan Karakter, Bandung : PT Remaja Rosda Karya,