Saling Belajar dan Berbagi

Tuesday 29 May 2012

TINJAUAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN SDM DALAM PENDIDIKAN ISLAM


BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam pandangan Islam, manusia merupakan makhluk yang unik. Keunikannya terletak pada wujudnya yang multi-dimensi, bahkan awal penciptaannya didialogkan langsung oleh Allah SWT degan para malaikat sehingga jadilah manusia makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna di muka bumi ini.
Pendidikan merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya termasuk lingkungan alam dan lingkungan manusia. Di dalam interaksi tersebut manusia bukan hanya hasil interaksi dengan alamnya dan dengan sesama manusia, melainkan hasil pegembangan potensi manusia secara optimal sesuai dengan suatu ruangan yang terbuka bagi pengembangan inovasi dan kreativitas.
Pendidikan Islam mengemban tugas penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive sehingga berkembang dengan baik. baik berkembang secara jasmani dan rohani juga berkembang dalam setiap potensi yang dimilikinya sehingga bisa menjadi insan kamil. Dalam konteks ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
Pengembangan kualitas SDM bukan persoalan yang gampang dan sederhana, karena membutuhkan pemahaman yang mendalam dan luas pada tingkat pembentukan konsep dasar tentang manusia serta perhitungan yang matang dalam penyiapan institusi, pembiayaan dan sebagainya. Sebagai salah satu sarana pengembangan sumber daya manusia pendidikan Islam diharapkan mampu mengembangkan sumberdaya manusia seoptimal mungkin walaupun terkesan hanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang lebih menekankan pada pembentukan kualitas dasar, misalnya keimanan dan ketakwaan, kepribadian, kecerdasan, kedisiplinan, kreativitas dan sebagainya. Namun mestinya tidak sekedar itu dalam arti selain berkembang secara spiritual mestinya juga berkembang dalam segi yang lain sehingga setiap manusia mampu bersaing dalam dunia global
Oleh karena itu, setiap rumusan pendidikan berawal dari konsep dasar manusia dalam berbagai dimensinya, yang merupakan refleksi dari pemikiran-pemikiran dinamis atau kenyataan-kenyataan empirik. Antara konsep dasar pendidikan dan konsep dasar manusia terdapat hubungan yang erat.
Tanpa berorientasi pada manusia sebagai acuan dasarnya, rumusan-rumusan teoretis pendidikan Islam tentu akan mengalami stagnasi dan tidak berdaya dalam mengantisipasi perubahan. Praktik-praktik kependidikan tidak pelak lagi akan mengalami kegagalan, kecuali bila dibangun atas konsep yang jelas mengenai sifat dasar manusia. Manusia dalam dunia pendidikan, menempati posisi sentral (central position), karena manusia di samping dipandang sebagai subjek sekaligus juga objek pendidikan. Sebagai subjek manusia menentukan corak dan arah pendidikan, sedangkan sebagai objek, manusia menjadi fokus perhatian segala aktivitas pendidikan.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam makalah ini penulis akan membahas tinjauan filosofis pengembagan sumberdaya manusia dalam pendidikan Islam. Supaya tidak terjadi kesimpang siuran maka penulis rumuskan permasalahan sebagai berikut , sebagai acuan dalam pembahasan
1.         Bagaimana hakekat pengembangan sumber daya manusia ?
2.         Bagaimana konsep fitrah dalam pendidikan Islam ?
3.         Bagaimana  pandangan beberapa aliran filsafat pendidikan Islam berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia ? 
4.         Bagaimana Implikasi konsep pengembangan sumber daya manusia tersebut dalam pendidikan Islam ?





BAB II

TINJAUAN FILOSUFIS
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.      Hakekat pengembangan SDM dalam pendidikan Islam
Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan memainkan peran penting dalam upaya melahirkan manusia yang handal dan dapat menjawab tantangan zaman. Sumber daya manusia merupakan gerakan human investment.[1] Human Invesment adalah upaya pendidikan jangka panjang untuk melahirkan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia bukan merupakan persoalan yang mudah karena membutuhkan pemikiran langkah aksi yang sistematik, sistemik, dan serius. Karena berusaha memberikan konstruksi yang utuh tentang manusia dengan mengembangkan seluruh potensi dasar manusia dan bagaimana aktifitasnya.
Hakekat pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan Islam adalah usaha sadar agar sumber daya manusia atau potensi-potensi manusia tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kapasitas tujuan pendidikan Islam.
Potensi yang dimaksud mencakup berbagai macam potensi diantaranya :
a.       Potensi akal
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep – konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini manusia dapat melaksanakan tugas – tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun faktor subjektifitas manusia dapat mengarah pada kesalahan dan kebenaran
b.      Potensi Ruh
Manusia tentu memiliki ruh. Sebagian para ahli mengatakan bahwa ruh adalah nyawa sementara sebagian yang lain memahami bahwa ruh pada manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Terlepas dari mana yang benar soal ruh ini memang bukan urusan manusia karena manusia Cuma sedikit ilmu pengetahuannya.
c.    Potensi Qalbu
Qalbu tidak dimaknai sekedar hati yang ada pada manusia. Qalbu lebih mengarah pada aktifitas rasa yang bolak – balik. Sesekali senang , sesekali susah , kadang setuju, kadang menolak dan sebagainya
d.   Potensi Fitrah
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah, fitrah bukan berarti sesuatu yang suci melainkan bawaan sejak lahir.
e.    Potensi Nafs
Dalam bahasa Indonesia nafs diserap menjadi nafsu yang berarti dorongan yang kuat untuk berbuat kurang baik. Sementara nafs yang ada pada manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk , tetapi juga berpotensi berbuuat baik dengan kata lain berpotensi positif dan negatif. [2]

B.       Konsep Fitrah dalam Pendidikan Islam
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar dan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya atau pembawaan disebut dengan fitrah,  yang berasal dari kata فطر yang dalam pengertian etimologi mengandung etimologi kejadian. Kata tersebut berasal dari kata الفا طر yang bentuk pluralnya fithar yang  dapat berarti cara penciptaan, sifat pembawaan sejak lahir, sifat watak manusia, agama dan sunnah, pecahan atau belahan. [3]
Pengertian Fitrah dari segi istilah berarti sistem aturan atau potensi yang diciptakan kepada setiap makhluk sejak keberadaannya baik ia makhluk manusia ataupun yang lainnya. Seperti bawaan dasar manusia cenderung kepada agama tauhid, kebenaran, keadilan, wanita, harta benda, anak dan lain-lain.
Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan. Apabila makna fitrah dirujuk pada manusia maka makna fitrah memiliki berbagai pengertian.
Dalam surat Ar-Rum ayat 30, yang bermakna bahwa fitrah manusia yaitu potensi manusia untuk beragama atau bertauhid kepada Allah. Dari ayat ini pula konsep fitrah mulai ditafsirkan menjadi konsep sesuai dengan kemampuan dan latar belakang keilmuan serta kehidupan para mufassir. Diantara para mufassir yang memberikan makna tentang fitrah dalam penafsirannya yaitu Fitrah berarti suci, Fitrah Berarti Islam, Fitrah berarti Tauhid, Fitrah berarti Murni (Ikhlas), Fitrah Berarti potensi manusia.
Bahkan sebagian mengatakan iman bawaan telah diberikan kepada manusia semenjak lahir. Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk berkembang. Potensi dasar tersebut sacara menyeluruh (integral) yang menggerakkan seluruh aspek-aspeknya secara mekanistik yang mana satu sama lain saling mempengaruhi menuju kearah tujuan tertentu.
Sedangkan dalam tataran pendidikan Islam Konsep fitrah manusia dengan meninjau pola dasar kejadian manusia dapat dijelaskan dengan meninjau berbagai sudut pandang :
  1. Hakekat wujud manusia,
  2. Tujuan penciptaannya,
  3. Sumber Daya Insani (SDM),
  4. Citra manusia dalam Islam
Pertama dari hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan islam keberadaan pribadi seseorang adalah:
  1. Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas, manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
  2. Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, terhadap lingkungannya, maupun terhadap Tuhan.
3.      Dengan kesimpulan di atas menginplisitkan adanya pandangan rekonstruksionisme (rekonstruksi sosial) dalam pendidikan islam melalui individualisasi dan sosialisasi.[4] Kedua  berdasarkan Tujuan Penciptaan, bahwa
1.    Tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia beribadah kepada Allah. (Q.S. Az-Zahriyah: 56).
2.    Manusia dicipta untuk diperankan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. (Q.S. Al-Baqarah: 30, Yunus 14, Al-An’am: 165).
3.    Manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal-mengenal, hormat menghormati dan tolong-menolong antara satu dengan yang lain (Q.S. Al-Hujurat: 13), tujuan penciptaan yang ketiga ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang damai. Ketiga  dari segi Sumber Daya Manusia bahwa Esensi SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan kepada makhluk lainnya dan memang sangat tinggi nilainya ialah “kebebasan” dan “hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.[5] Keempat berdasarkan uraian tentang fitrah manusia ditinjau dari hakekat wujudnya, tujuan penciptaannya dan sumber daya insaninya, tergambar secara jelas bagaimana citra manusia menurut pandangan islam:
  1. Islam berwawasan optimistik tentang manusia dan sama menolak sama sekali anggapan pesimistik dari sementara filosof eksistensialis yang menganggap manusia sebagai makhluk yang terdampar dan terlantar dalam hidup dan harus bertanggung jawab sendiri sepenuhnya atas eksistensinya.
  2. Perjuangan hidup manusia bukan sekedar trial and error belaka tetapi sudah mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Untuk mencapainya manuia telah diberi pedoman serta kemampuan, yakni akal dan agama.
  3. Manusia makhluk yang paling mampu bertanggung jawab karena dikaruniai seperangkat alat untuk dapat bertanggung jawab yaitu kebebasan berpikir berkehendak, dan berbuat.
Dalam sudut pandang yang lain konsep  fitrah merupakan komponen dasar  yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh linkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
  1. Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesional) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kopmisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia). Masing-masing kekuatan rohani berperan.
  2. Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan melalui proses belajar. Semisal Melarikan diri karena perasaan takut, Menolak Karena jijik, Ingin tahu karena takjub sesuatu, Melawan karena kemarahan, Menonjolkan diri karena adanya harga diri
Dan masih banyak lagi teori yang mengemukakan makna fitrah akan tetapi, jika fitrah dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia tentu setiap individu memiliki fitrah tersebut tinggal bagaimana setiap fitrah tersebut dikembangkan secara optimal karena dalam perkembangannya faktor lingkungan, alam, geografis dan sebagainya juga membantu dalam perkembangan fitrah manusia.

C.       Beberapa Konsep Aliran Filsafat pendidikan Islam berkaitan dengan Fitrah
1.    Konsep Fatalis – Pasif
Setiap individu, melalui ketetapan Allah SWT adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan  semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. Faktor-faktor eksternal tidak begitu berpengaruh terhadap penentuan nasib seseorang karena setiap individu terikat dengan ketetapan yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah SWT.
2.    Konsep Netral – Pasif
Beranggapan bahwa anak lahir dalam keadaan suci, utuh dan sempurna, suatu keadaan kosong. Sama halnya dengan teori tabularasa yang dikemukakan John Lock bahwa manusia lahir seperti kertas putih tanpa ada sesuatu goresan apa pun. Manusia berpotensi berkarakter baik dan tidak baik itu karena mendapat pengaruh dari luar terutama orang tua. Pengaruh baik dan buruk tersebut akan terus mengiringi kehidupan setiap insan dan karakter yang terbentuk tergantung mana yang dominan memberi pengaruh. Jika pengaruh baik lebih dominan, maka seseorang akan berkarakter baik, begitu pula sebaliknya apabila yang lebih dominan adalah pengaruh buruk, maka karakter yang terbentuk karakter tidak baik.
3.    Konsep Positif – Aktif
Bawaan dasar atau sifat manusia sejak lahir adalah berkarakter baik, kuat dan aktif, sedangkan lingkunganlah yang membelenggu manusia sehingga ia menjauh dari sifat bawaannya (aksidental).
4.    Konsep Dualis – Aktif
Yakni manusia memiliki dua sifat ganda yang sama kuatnya. Sifat baik dan buruk. Tergantung kedekatan manusia terhadap lingkungan yang baik  atau buruk. Jika ia dekat dengan teman yang berkarakter baik, maka seseorang tersebut akan mengambil sifat baiknya, dan sebaliknya. Penanaman kebiasaan positif amat penting untuk diupayakan sejak kecil agar karakter atau sifat baik lebih kuat.[6] Dalam pandangan ini manusia sejak awalnya membawa sifat ganda. Di satu sisi cenderung  kepada  kebaikan, dan di sisi lain cenderung kepada kejahatan. Menurut Qutub, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti Tuhan dan kecenderungan untuk tersesat.
Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan pengaruh-pengaruh eksternal seperti kenabian dan wahyu Tuhan sementara kejahatan yang ada dalam diri manusia dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan.



D.      Implikasi pengembangan SDM dalam pendidikan Islam
1.    Implikasi hakekat Pengembangan SDM  dalam Pendidikan Islam
Pendidikan pada dasarnya mengembangkan seluruh aspek pada peserta didik. Baik aspek afektif, kongnitif maupun psikomotorik. Sumber daya manusia sebenarnya dimiliki setiap individu sejak lahir. Maka kaitannya dengan pendidikan tentu pendidikan tinggal sebagai sarana untuk memproses dan mengembangkan setiap sumber daya yang dimilikinya dengan berbagai metode, kegiatan, pembelajaran, pembiasaan tentu faktor lingkungan, pergaulan dan sebagainya yang termasuk dalam unsur pendidikan Islam juga memiliki pengaruh dalam pengembangan sumber daya manusia dalam setiap individu
2.    Implikasi konsep  Fitrah Manusia Dalam Pendidikan Islam
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada dalam jasmani dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif saja, karena dalam diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu. Dan nafsu ini yang sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk membawa fitrah tersebut kaerah positif
Oleh karena itu peran pendidik dalam hal ini orang tua dan guru sangat diperlukan untuk mengarahkannya pada perilaku baik. peran orang tua
sangat besar terhadap pengembangan fitrah tersebut, karena orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam lingkungan keluarga, demikian halnya dengan guru memiliki peranan penting dalam mengarahkan fitrah manusia kearah yang baik.
Pendidikan Islam dalam mengembangkan fitrah manusia adalah dengan
menumbuhkembangkan fitrahnya menuju kearah pembentukan manusia
sempurna, dan menjadi hamba Allah SWT yang baik, karena tujuan pendidikan
Islam secara umum adalah membentuk manusia yang paripurna dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT agar menjadi hamba yang bertaqwa.
Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia. Sebagai makhluk pilihan Allah manusia mengemban tugas ganda, yaitu sebagai khalifäh Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya (sumber daya manusia). Potensi-potensi tersebut dimiliki manusia sejak dilahirkan maka pendidikan Islam bertugas untuk mengembangkan masing-masing pribadi manusia sebagai karunia Tuhan. Potensi tersebut merupakan potensi mental-spiritual dan fisik yang diciptakan Tuhan sebagai fitrah yang tidak bisa diubah atau dihapuskan oleh siapapun, akan tetapi dapat diarahkan perkembangannya dalam proses pendidikan sampai titik optimal yang berakhir pada takdir Tuhan. Proses pendidikan Islam secara bertahap dari waktu ke waktu akan mengembangkan fitrah manusia. Oleh karena, itu pendidikan mutlak diperlukan untuk mengembangkan fitrah tersebut secara optimal
3.    Implikasi Aliran Filsafat berkaitan dengan SDM dalam pendidikan Islam
a.    Implikasi fatalis – pasif
Menurut pandangan penulis implikasinya kalau tidak diberikan penjelasan yang tepat maka akan bermakna negatif. karena adanya kecenderungan atau anggapan bahwa peserta didik seakan pasrah, karena baik , pintar , bodoh tidak ditentukan oleh pendidikan melainkan ketetapan yang ditetapkan oleh Allah sejak ia lahir.  Akan tetapi jika setiap individu menyadari implikasinya dalam pendidikan ialah penyiapan sumber-sumber belajar sedemikian rupa agar perkembangan bawaan itu optimal.
b.    Implikasi konsep netral – pasif  , positif – aktif dan dualis – aktif
Pendidikan Islam secara konsep tentu baik , dan hendak menjadikan manusia sempurna dari segala aspek berdasarkan potensi sumberdaya manusia yang dimiliki. Akan tetapi pada prosesnya pendidikan tentu bersinggungan dengan berbagai pihak dari situ pula peserta didik akan terkena pengaruh tergantung setiap individunya pengaruh positif atau negatif yang banyak masuk pada pribadinya. Hal ini relevan dengan ketiga konsep di atas. Maka dalam pendidikan Islam perlu antisipasi untuk meluruskan dan mencapai tujuannya dengan berbagai metode dan pembiasaan dan berbagai cara yang mendidik untuk mengoptimalkan dan tercapainya tujuan pendidikan Islam.


BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari berbagai pemaparan di atas kiranya dapat penulis simpulkan
1.         Pada hakekatnya setiap manusia sejak ia lahir telah mempunyai sumberdaya (potensi – Potensi). Tinggal bagaimana sumberdaya yang dimilikinya tersebut dikembangkan bisa melalui pendidikan, lingkungan, pergaulan dan sebagainya. Yang pada dasarnya filter (penyaringnya) adalah setiap individunya untuk pengembangan ke arah yang positif atau negatif
2.         Secara fitrah manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia dibanding dengan makhluk yang lain. Secara fitrah juga manusia sebenarnya oleh Allah telah diberikan bekal sejak ia dilahirkan. Akan tetapi manusia dilahirkan bukan berarti bisa di bentuk oleh orang  lain melainkan setiap individunya sejak lahir sudah diberi bekal untuk dikembangkan termasuk sumber daya manusia.
3.         Berkaitan dengan Aliran filsafat yang berkaitan dengan sumber daya manusia terdapat beberapa konsep Aliran diantaranya fatalis – pasif, netral – pasif  , positif – aktif dan dualis – aktif
4.         Implikasi pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan Islam yaitu dengan berbagai metode dan Pembiasaan yang pada intinya bagaimana pendidikan Islam mengembangkan untuk menuju pada Insan Kamil dan berproses serta mengembangkan setiap sumberdaya manusia yang telah dimilikinya sejak ia dilahirkan.

B.       Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami susun, tentu penulis menyadari dengan seppenuhnya masihh jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari semua pihak yang membangun dan untuk suatu perbaikan ke arah yang lebih baik tentu selalu penulis harapkan. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.


[1] Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional, ( Jakarta : Ciputat Press, 2002), hlm.152.

[3] http://theodava.blogspot.com.

[4] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,  Bandung : al-Ma’arif Cet.III, 1974,), hlm. 20.
[5] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara Cet. II,1995) hlm. 2
[6] Maragustam siregar, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (falsafah pendidikan Islam), (yogyakarya : Nuha Litera,2010), hlm 191.

0 komentar:

Post a Comment